DAPATKAH AKU BERTEMU DENGAN DIA

Assalamu alaikum WR.WB.
Allo-IT----"DAPATKAH AKU NERTEMU DENGAN DIA..."

__Allo-IT__"DAPATKAH AKU NERTEMU DENGAN DIA" Untuk kesempatan ini saya akan mengisi postingan saya dengan tema "DAPATKAH AKU NERTEMU DENGAN DIA". "DAPATKAH AKU NERTEMU DENGAN DIA" ini untuk menambah gairah si pecinta cerpen untuk membacanya. semoga postingan saya yang bertemakan "Berawal dari Mimpi Aku Seperti ini" tdk mengecewakan sodara-sodara pecinta cerpen.

Bagiku hari tidak lagi menyenangkan, aku terpuruk dalam kesedihan yang tidak berkesudahan. Duniaku tak lagi cerah, jalan didepanku terasa penuh kericil tajam, dan jurang-jurang itu minta kulalui. Aku tak lagi tertawa, tak lagi menangis dan tak lagi berteman. Aku hidup dalam kesedihanku, aku terpuruk sejak orang tuaku bercerai, kakakku terjerat narkoba dan aku sibuk menggugat Tuhan.
Aku banyak kehilangan, aku kehilangan orang tuaku, kehilangan kakak tercintaku, kehilangan kebahagiaanku, kehilangan tawa hangat keluargaku, aku kehilangan cerita tentang mimpi-mimpi indah masa depan hingga aku beberapa kali mencoba bunuh diri, aku mau mengakhiri rasa sedih dan kecewaku. Kini aku tercampakkan sendiri tanpa ada yang peduli.
****
Aku duduk ditaman rumah sakit setelah kakiku diperban, hanya luka luar, tidak serius. Ini luka akibat aku menabrakkan diri ke mobil orang, tapi sayang aku tak mati, hanya luka luar yang kudapat dan tidak serius sama sekali.
“Huuuuh, Mau mati aja kok susah” gumamku sendiri
“Kenapa mau mati? Banyak masalah ya?” sahut cowok didekatku, dia mengamati kakiku yang diperban
“Bukan urusan loe!” sengakku cepat, dia hanya tersenyum
“Masalah anak SMA nggak lari dari masalah cowok, temen atau keluarga, iya kan? Yang mana masalah kamu?” tanyannya lagi. Sok akrab banget, pikirku . melihatku masih dengan seragam abu-abu dia dengan mudah mengenaliku sebagai anak sekolahan. Aku tidak menjawab.
“Emang kamu mau bilang apa kalo ketemu Tuhan?” tanyanya lagi, kali ini aku melihat kewajahnya, kupandangi dia.
“Kalo gue ketemu Tuhan, gue mau nanya, kenapa gue harus broken home, kenapa kakak gue harus kena narkoba, kenapa hidup gue jadi hancur kayak gini?” ucapku sewot padanya,
“Oooh, entar deh aku sampein” tukasnya, seketika aku mengerutkan kening, dia hanya tersenyum saja
“Loe mau mati yah?” tanyaku kasar sekali dan tak pantas ditiru
“Iya” jawabnya masih dengan senyum dan aku mulai tertarik dengannya, aku penasaran apa yang terjadi padanya,
“Loe, loe sakit yah?” tanyaku ragu
“Iya, aku sakit dan akan mati, mungkin aku lebih beruntung daripada kamu, karena ternyata Tuhan milih aku duluan, hehehehehe...” dia tertawa, sedang aku serius
“Beneran loe sakit, loe mau mati? Kok loe nggak takut?” tanyaku aneh
“Kenapa kamu mau bunuh diri? Kamu nggak takut?” tanyanya balik, dan aku berfikir sejenak,
Cowok itu bernama Arron, kami berbincang setelahnya dan aku tahu cerita hidupnya. Ternyata dia mengidap kelainan hati, beberapa organ tubuhnya sudah tak lagi berfungsi, dia sakit bertahun dan selama itu juga dia tak pernah sembuh hingga vonis itu datang, tak lagi bisa ditolong walau dengan jalan apapun, bahkan dia sudah melakukan cangkok hati tapi ternyata itu hanya sia belaka. Kini dia hanya menunggu waktunya berakhir, disini, dirumah sakit ini.
****
Sejak bertemu dengan Arron, aku berfikir, sebenarnya apa tujuanku mati? Aku jadi banyak bertanya, apa dengan mengakhiri hidupku maka permasalahan akan selesai, apa keadaan akan berubah, apa semua akan kembali dan apa aku akan tahu? Tidak, aku tidak akan tahu karena aku telah mati. Tiba-tiba aku takut untuk bunuh diri lagi, aku sudah berada diatas gedung, hanya tinggal satu langkah lagi aku akan terjun bebas dan menyelami kematian tragis, seorang gadis SMA terjun dari lantai 25.
Kuurungkan niatku, aku benar-benar takut untuk terjun.
“Huuuuuh” kuhela nafas panjang,
Akhirnya aku kembali datang kerumah sakit itu, kutemui Arron. Tidak sulit untuk menemukannya, dia duduk ditempat yang sama tapi ada yang berbeda, tiga infuse sekaligus menempel pada dirinya, ditangannya memagang sebuah buku dan dia tersenyum padaku.
“Loe benar-benar mau mati yah?” tanyaku melihat keadaannya yang terlihat tidak baik
“Hehehehe, kenapa?” tanyanya balik dengan tawa
“Kok malah ketawa, gue serius nih, gue nggak jadi bunuh diri gara-gara loe, gue jadi bingung, apa tujuan gue mati! Loe harus tanggung jawab, gimana nih?” aku kesal, dia tambah terpingkal-pingkal, dan aku hanya mendiamkannya, aku benar-benar kesal, kutunggu dia berhenti tertawa.
“Aku yang bingung sama cara pikir kamu, kalo masih hidup kenapa harus diakhiri? Hidup itu indah, dengan kamu bernafas kamu melihat semua keindahan dunia, keajaiban-keajaiban kecil Tuhan, canda tawa orang-orang dan hal-hal menakjubkan lainnya” ucapnya serius,
“Tapi hidup gue tuh nggak seindah cerita dongeng!” debatku
“Apa mati jadi ujungnya? Hidup memang nggak semudah yang kita inginkan, jika ada tawa pasti ada tangis, jika ada kebahagiaan pasti ada kesedihan, Tuhan nggak tidur kok, semua yang terjadi sama kamu, itu semua sudah tertulis, jalani ajah, semua akan berlalu!” katanya sok bijak, dia tidak merasakan sakit yang aku rasakan, dia tidak merasakan bagaimana aku terpuruk dalam kesedihan tiap kali aku pulang, dia tidak tahu bahwa aku merindukan tawa hangat keluargaku, dia tidak tahu.
“Jika kamu mati, kamu nggak akan lagi melihat orang-orang yang kamu sayangi” tambahnya lagi dan aku tersentak, tiba-tiba bayangan wajah-wajah orang yang kucintai muncul tanpa ampun dibenakku. Wajah ayah, ibu dan kakak dan kehidupanku, hari-hariku.
****
Yah, alasanku mengakhiri hidup karena aku tidak ingin berpisah dengan orang-orang yang kucintai, aku tidak mau kehilangan kebahagiaan, aku tidak mau menerima kenyataan tapi dengan aku mengakhiri hidup berarti aku menjauh dari mereka. Tidak, tidak akan kulakukan lagi hal bodoh itu.
Aku datang dengan setangkai mawar, akan kuberikan pada Arron, berharap dia akan menyukainya. Aku datang kekamar inapnya, kupandangi sekitarku, dimeja itu penuh dengan obat-obatan yang tak kukenal, infuse berjajaran disamping pembaringannya, semua alat kedokteran tercanggih mengelilinginya, membuatku merinding. Dan dia tetap tersenyum.
“Loe nggak takut?” tanyaku, dia tersenyum lagi
“Tiap orang punya jalan hidupnya masing-masing dan cara mati masing-masing” jawabnya begitu tenang
“Loe nggak sedih, marah atau apa gitu?”
“Sudah cukup marahku, sudah cukup sedihku dan aku hanya ingin bahagia diakhir hidupku, untuk apa lagi bersedih?” Arron menjawab dengan ulasan senyum tanpa beban, aku tertunduk, aku malu dan bersedih untuknya, kenapa dia bisa menerima garis hidupnya yang menyakitkan, dia akan mati tapi dia masih tersenyum, apa dia gila?
“Ayo kita jalan-jalan...!” dilepaskannya infuse-infuse itu, dia bangkit dari tidurnya dan menarik tanganku
“Apa loe gila? Mau kemana? Ntar loe kenapa-napa lagi, Arron!” cegahku tapi dia tetap menarikku keluar rumah sakit itu.
Kami naik bus umum, berkeliling kota, tak tentu arah kami berjalan, dari satu bus berganti bus kemudian duduk terdiam dihalte, kami pergi ke toko buku dan dia memborong buku, kami juga ketaman kota bersantap bakso pedas dan akhirnya bermain bebas di taman hiburan, dari satu wahana ke wahana lain, tidak ada rautnya yang terbeban penyakit, dia seperti orang sehat, sehat sekali.
Ditangan kami ada gembang gula, kami berjalan menuju rumah sakit. Hari sudah gelap, berteman terang lampu kota sepanjang jalan kami berbincang. Arron menjadi orang terbaik dalam hidupku dalam sekejap mata, dia menginspirasiku, dia menyemangatiku, dia selalu tersenyum padaku,
“Besok aku datang lagi yah?” tanyaku
“Boleh, tapi jangan bawa setangkai mawar yah?”
“Kenapa? Loe nggak suka?”
“Bukan gitu, tapi bawa seikat mawar untukku, jika kau tak membawanya jangan datang menemuiku!” ucapnya tetap tersenyum
“Huuuuh, baiklah, akan kubawakan banyak mawar!” ucapku dengan kesal
“Aku senang mengenalmu, semua menjadi sempurna dan tambah berwarna, terimakasih!” ucapnya
“Sama-sama”
****
Aku sungguh bersedih untuknya, dia tersenyum menghadapi garis hidupnya yang menurutku sangat menyedihkan, dia akan mati dan dia menerimanya dengan lapang, lapang sekali hingga tak dapat kupahami.
Aku benar datang dengan seikat mawar ditanganku, mawar putih yang cantik, harumnya merebak memenuhi koridor rumah sakit, aku berharap dia akan menyukainya. Tepat didepan pintu kamarnya yang terbuka aku terhenti, aku terdiam, aku gemetaran. Suara tangis pecah dari ruangan itu, jelas kulihat, Arron terbaring tak bergerak, aku masih diam membisu dan melangkah masuk, mawar ditanganku akhirnya jatuh, tak sanggup lagi aku memegangnya, Arron benar telah berpulang.
Seikat mawar yang dimintanya adalah tanda perpisahan, yah, dia memberikan aku isyarat itu. Air mataku jatuh, langit seakan bergemuruh seperti hatiku, aku kehilangan teman yang begitu baik, aku lunglai terjatuh.
****
3 bulan setelah kepergiannya, teman terkasih
Aku berada di sebuah toka buku, hanya melihat-lihat, tak jelas tujuan tapi aku terhenti ketika kulihat satu buku berjudul Tuhan, aku ingin bertemu dengan jelas kulihat siapa penulisnya, Arron Radityasatya.
Kubuka buku itu, halaman ketiganya membuatku terurai air mata, namaku disebutnya,
Thanks to Fanni,
Akan kuperbincangkan dirimu dengan Tuhan,
Segala keluh kesahmu dan segala gugatanmu,
Akan kusampaikan juga bagaimana berat hidup yang kau jalani,
Akan kuminta Tuhan mengurangi beban itu, yah, akan kumintakan
Tapi aku mohon jangan pernah datang jika kau tak diundang oleh-Nya
Karena jalan masih panjang minta kau tempuh
Karena dunia masih butuh tawa dari seorang sepertimu,
Karena dunia masih butuh tangis dari seorang sepertimu,
Kerena dunia masih mendamba malaikat-malaikat yang menebarkan
Semangat untuk sesama,
Kerena dunia masih ingin melihat senyum-senyum indah dan kepedihan
Berselang disana
Karena Tuhan masih ingin kau bertahan,
Berwarnalah untuk orang-orang disekelilingmu dan lihatlah,
Bagaimana kau akan mengenang jalan panjang itu nanti!
Kau akan menjadi perbincangan panjang dengan Tuhan

0 Response to "DAPATKAH AKU BERTEMU DENGAN DIA"