Contoh Proposal Bisnis Beternak Sapi Perah

PROLOGUE
Ø Dinamika sector riil dan sector finansial
Pada awal tahun 1990‐an Ahmad dan Banu merupakan teman satu kampus Universitas
Negeri di Bandung, setelah lulus keduanya bekerja pada perusahaan swasta nasional dengan
posisi serta jabatan yang setara. Ahmad menyisihkan separuh dari gajinya untuk kemudian
disimpan di Bank berupa deposito dan tabungan, sebagian diinvestasikan melalui saham pada
beberapa perusahaan nasional. Sementara Banu menyisihkan separuh dari gajinya dan
dikumpulkan, setelah uangnya terkumpul kemudian dibelikan sapi perah yang dipelihara oleh
orang kepercayaannya di kampung halaman. Begitu seterusnya, setiap uangnya cukup untuk
membeli seekor sapi, Banu segera membelinya. Saat itu, harga sapi perah dara siap kawin
berharga tidak lebih dari Rp. 1,5 juta. Sebagai bahan perbandingan, sebuah sepeda motor bebek
terbaru harganya waktu itu tidak lebih dari Rp. 2,5 juta dan harga premium masih Rp. 450.
Selama 5 tahun menyisihkan separuh dari gajinya di bank, jumlah uang Ahmad telah mencapai
Rp. 30 juta lebih apabila ditambah bunga bank, dan beberapa nilai sahamnya di perusahaanperusahaan
menengah skala nasional, cukup untuk membeli 12 buah motor bebek terbaru
keluaran pabrik motor ternama dari Japan. Sementara itu, sapi Banu telah mencapai 30 ekor
lebih, yaitu berupa investasi sapi perah dara siap kawin, sapi perah laktasi dan beberapa ekor
pedet (anak sapi).
Namun, memasuki tahun ke‐6 mereka mengumpulkan uang, tiba‐tiba saja krisis
keuangan melanda dunia. Di Asia Tenggara sendiri krisis bermula dari negeri Thailand, lalu
merambat hingga ke Indonesia. Nilai tukar Rupiah terjun bebas terhadap Dollar AS, harga
barang‐barang otomatis meroket mencapai batas paling tinggi selama sejarahnya. Beberapa
Bank Nasional mengalami kolaps sampai bangkrut sehingga akhirnya dilikuidasi. Demikian juga
banyak perusahaan nasional yang ‘mati suri’ bahkan ‘gulung tikar’, akibat krisis yang
berkepanjangan, sehingga harga saham mereka pun merosot tajam bahkan jatuh pada level
terendah sehingga banyak investor yang mendadak jatuh miskin. Keadaan ekonomi menjadi
tidak menentu, orang ramai‐ramai menarik uang mereka dari bank, sehingga terjadi rush.
Sebagian besar bahkan tidak dapat menarik uangnya kembali dari bank, alias hangus.
Pemerintah pun turun tangan dengan memberikan penjaminan bagi para nasabah yang
menyimpan uangnya di Bank. Namun tidak semua nasabah memperoleh uangnya kembali
secara utuh.
Ahmad terkejut bukan kepalang, dan panik karena khawatir dana deposito hasil dari
jerih payahnya selama ini yang telah 5 tahun lebih disimpannya di bank, terancam hangus.
Beruntunglah, uang Ahmad dapat diambil. Namun, jumlah uang Ahmad memang masih Rp. 30
juta‐an, tapi kini nilainya jauh merosot tajam. Jika sebelum krisis moneter uang sebanyak itu
setara dengan 12 buah motor bebek seharga Rp. 2,5 jutaan, kini hanya cukup untuk membeli 2
buah motor bebek baru.
Lain Ahmad, lain Banu. Banu ternyata tidaklah merasakan dampak negatif akibat krisis
ekonomi yang menerpa negerinya, jelas saja, karena krisis ekonomi tersebut harga sapi perah
dewasa siap kawin melonjak naik hingga mencapai Rp. 5 jutaan/ekor. Apabila dikonversikan ke
dalam asset kekayaan Banu, jumlahnya mencapai Rp. 150 juta lebih. Sapi perah Banu tidak ikutikutan
terkena depresiasi, sebagaimana halnya mata uang kertas dan elektronik. Lain halnya
dengan Banu, Ahmad dengan terpaksa menyimpan rasa sesal dan kecewa yang teramat dalam,
karena meskipun secara matematika jumlah uang Ahmad tetap, sesuai yang ditabungkannya,
namun nilainya sudah menjadi jauh berkurang akibat inflasi, sementara Banu tersenyum bahagia
karena asetnya melambung tinggi akibat krisis yang terjadi. Keputusannya beberapa tahun yang
lalu untuk melakukan investasi pada peternakan sapi perah ternyata tepat, karena investasinya
tersebut tidak tergerus oleh inflasi. Realitas ini ternyata selaras dengan isyarat kekayaan riil yang
diisyaratkan Allah subhaanahu wa ta’aala :
“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa‐apa yang diingini,
yaitu : wanita‐wanita, anak‐anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang‐binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah
tempat kembali yang baik (surga) “. (QS Ali Imran ayat 14).
Kisah di atas adalah salah satu kisah nyata yang terjadi pada waktu Indonesia dilanda
krisis moneter internasional yang puncaknya terjadi pada tahun 1998, yang dampaknya terasa
sampai kini. Akibatnya adalah karena nilai mata uang Rupiah melemah terhadap US Dollar. Saat
ini, hal yang sama (bahkan lebih parah dampaknya) terbayang di depan mata, dimana
diramalkan akan terjadi jumlah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara besar‐besaran di
seluruh dunia. Awal tahun 2009 saja diperkirakan 50 juta tenaga kerja di Eropa kehilangan
pekerjaan mereka. Pemerintahan tiap‐tiap Negara di dunia pun (termasuk Indonesia) mulai
merampingkan struktur keuangan mereka dengan memangkas anggaran‐anggaran yang dinilai
kurang efektif. Resesi ekonomi diperkirakan akan berlangsung lama, menurut pengamatan para
ekonom dunia paling tidak 2‐4 tahun ke depan keadaan ini akan terus berlangsung.
Namun keadaan tersebut tidak terjadi di salah satu Negara bagian wilayah Amerika
Serikat, yakni Nebraska, sebagaimana yang dilaporkan oleh saluran televisi VOA (Voice Of
America) dimana 90% masyarakatnya terdiri dari para petani jagung dan peternak sapi, bahkan
Nebraska merupakan Negara bagian yang paling kaya di Amerika Serikat dan tidak terguncang
oleh krisis yang terjadi dewasa ini. Sungguh ironis, Amerika sebagai sumber dari krisis keuangan
global saat ini dan merupakan salah satu Negara pengusung kapitalis, yang menyebarkan system
ekonomi seperti yang dianut oleh sebagian besar bangsa‐bangsa di dunia, seperti sistem mata
uang kertas, system perdagangan saham, valuta asing, kartu kredit, dan lain‐lain ternyata
dijungkirbalikkan oleh kondisi salah satu Negara bagiannya, yaitu Nebraska wilayah Negara
bagian paling kaya, yang system perekonomiannya tidak ditopang oleh perdagangan saham
ataupun valas, ataupun jasa lainnya, namun system ekonomi tradisional berbasis pada sector
peternakan sapi dan pertanian jagung milik masyarakatnya. Bahkan Nebraska merupakan
pemasok jagung utama sebagai bahan baku ethanol, pengganti BBM di masa depan.
Kita sebagai bangsa Indonesia diharapkan akan lebih mampu lagi mengoptimalkan
sumber‐sumber kekayaan alam maupun SDM yang ada, karena sebenarnya tidak perlu ekspor
pun pangsa pasar di dalam negeri sudah cukup besar. Contohnya saja produk‐produk
peternakan, selama ini lebih dari 70% konsumsi hasil ternak di Indonesia, terutama susu dan
daging sapi dipenuhi melalui impor. Inilah kesempatan yang bagus bagi bangsa Indonesia untuk
bangkit menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia, atau paling tidak mampu memenuhi pangsa
pasar dalam negeri saja dulu.


Ini nich Updatean tebaru dlam weblog saya, jika saudara ingin membuat proposal banyak ko dalam weblog saya contoh2nya tinggal di unggah dan di editing saja saudara, lihat aja dalam web blog di linknya

untuk mengunggah file proposal di atas klik aja link di atas ini...!!!

0 Response to "Contoh Proposal Bisnis Beternak Sapi Perah"