Semesteran Filsafat

UJIAN SEMESTER

1.       Filsafat membahas dua objek kajian pokok, formal dan material.
Apakah maksud pernyataan tersebut? Bagaimana memaknai dua kajian tersebut dalam pendidikan matematika? Jawab dengan contoh akan dapat lebih mengklarifikasi jawaban saudara.

Lorens Bagus (dalam Sudrajat, 2008) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara objek material dan objek formal. Objek material merupakan objek konkrit yang disimak ilmu sedangkan objek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.

Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, misalnya apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah, dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Aristoteles (dalam Sudrajat, 2008) memberikan suatu klasifikasi berdasarkan objek formal. Ia membedakan antara ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif). Perbedaanya terletak pada tujuannya masing-masing. Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri, ialah untuk keperluan perkembangan ilmu, misalnya dalam hal preposisi atau asumsi-asumsinya. Ilmu teoritis mencakup fisika, matematika, dan metafisika. Ilmu praktis, ialah ilmu pengetahuan yang bertujuan mencari norma atau ukuran bagi perbuatan kita, termasuk di dalamnya adalah etika, ekonomia, dan politika. Poietis, ialah ilmu pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat dan teknologi.  Ada perbedaan esensial di antaranya, yaitu ilmu praktis bersangkutan dengan penggunaan dan pemanfaatannya, sedangkan poietis bersangkutan dengan menghasilkan sesuatu, termasuk alat yang akan digunakan untuk penerapan.
Berdasarkan taraf abstraksinya ilmu teoritis dibagi menjadi tiga jenis. Taraf pertama, abstraksi dilakukan terhadap individualitas gejala atau kenyataan sehingga ketika berbicara tentang rumah dan manusia, yang tinggal hanya rumah atau manusia pada umumnya. Abstraksi pada taraf kedua meninggalkan kuantitas serta menimbulkan matematika yang mencakup geometri (ilmu ukur), serta aritmatika (ilmu hitung). Abstraksi pada taraf ketiga menghasilkan sesuatu yang tidak bermateri (immaterialitas) yang dipelajari dalam metafisika. Kenyataan itu ditinjau dari sudut universalitas, kuantitas, dan immaterialitas yang berarti berdasarkan objek formal.

Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran menyelidiki  suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh ilmu itu. Objek material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.
Auguste Comte (dalam Sudrajat, 2008) mendasarkan klasifikasinya pada objek material. Ia membuat deretan ilmu pengetahuan berdasarkan perbedaan objek material, yaitu:
a.       Ilmu pasti/matematika
b.       Ilmu falak/astronomi
c.       Ilmu fisika
d.       Ilmu kimia
e.       Ilmu hayat/biologi, dan
f.        Sosiologi.
Deretan tersebut menunjukkan perbedaan objek dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks. Objek ilmu pasti adalah yang paling bersahaja karena hanya menyangkut angka yang mengikuti aturan tertentu. Oleh karena itu, matematika disebut juga ilmu pasti meskipun matematika paling bersahaja.  Matematika juga merupakan alat bagi segenap ilmu pengetahuan. Sementara itu, ilmu palak menambahkan unsur gerak terhadap matematika, misalnya kinematika.
Objek ilmu alam adalah ilmu palak atau matematika ditambah dengan zat dan gaya, sedangkan objek ilmu kimia merupakan objek ilmu fisika ditambah dengan perubahan zat. Unsur gelaja kehidupan dimasukkan pada objek ilmu hayat. Adapun sosiologi mempelajari gejala kehidupan manusia berkelompok sebagai makhluk sosial.

Contoh:
objek material dalam ilmu matematika yaitu tentang bilangan,
sedangkan objek formal yaitu penggunaan dari lambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran.
Filsafat membahas bilangan sebagai objek studi material artinya filsafat menjadikan bilangan sebagai objek sasaran untuk menyelidiki ilmu tentang bilangan itu sendiri. Objek material filsafat ilmu bilangan adalah bilangan itu sendiri. Bilangan itu sendiri dimulai dari yang paling sederhana, yakni bilangan asli, bilangan cacah, kemudian bilangan bulat, dan seterusnya hingga bilangan kompleks.
Sebagai objek formal filsafat, bilangan dikaji hakikat atau esensinya. Pengkajian filsafat tentang bilangan misalnya mengenai apa hakikat dari bilangan itu, bagaimana merealisasikan konsep bilangan yang abstrak menjadi riil atau nyata, bagaimana penggunaan bilangan untuk penghitungan dan atau pengukuran.
  
2.       Ilmu sering dikelompokkan ke dalam tiga klasifikasi.
Apakah yang menjadi dasar utama pengelompokkan itu? Bagaimanakah peran dan kontribusi satu kelompok ilmu terhadap kelompok ilmu lain dalam pengembangan masing-masing kelompok ilmu?

Pengertian Ilmu :
· Menurut cakupannya ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan (Ilmu mengacu kepada ilmu seumumnya).
· Ilmu menunjuk kepada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari suatu pokok soal tertentu. Dalam pengertian ini ilmu berarti suatu ncabang ilmu khusus seperti misalnya antropologi, sosiologi, biologi, geografci.
· Istilah “Science” Inggris kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi,yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisik atau material.
Ilmu berkembang dengan sangat pesat dan demikian juga jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaahan yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan saksama menyebabkan obyek formal (ontologis) dari displin keilmuan menjadi kian terbatas.

1.       ILMU ALAMIAH
Lahirnya Ilmu Alamiah
Ilmu alamiah atau sering disebut ilmu pengetahuan alam (natural science) merupakan pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip
Panca indera akan memberikan tanggapan terhadap semua rangsangan dimana tanggapan itu menjadi suatu pengalaman. Pengalaman yang diperoleh terakumulasi oleh karena adanya kuriositas manusia. Pengalaman merupakan salah satu terbentuknya pengetahuan, yakni kumpulan fakta-fakta. Pengalaman akan bertambah terus seiring berkembangnya manusia dan mewariskan kepada generasi-generasi  berikutnya. Pertambahan pengetahuan  didorong oleh pertama untuk memuaskan diri, yang bersifat non praktis atau teoritis guna memenuhi kuriositas dan memahami hakekat alam dan isinya kedua, dorongan praktis yang memanfaatkan pengetahuan itu untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih tinggi. Dorongan pertama melahirkan Ilmu Pengetahuan Murni (Pure Science) sedang dorongan kedua menuju Ilmu Pengetahuan Terapan (Aplied Science)
      Segala kebenaran dalam ilmu Alamiah terletak pada metode ilmiah. Sebagai langkah pemecahan atau prosedur ilmiah dapat  sebagai berikut :
a.       Penginderaan, merupakan suatu aktivitas melihat, mendengar, merasakan, mengecap terhadap suatu objek tertentu.
b.       Masalah dan problema,  menemukan masalah dengan kata lain adalah  dengan mengemukakan pertanyaan apa dan bagaimana.
c.       Hipotesis, jawaban sementara terhadap pertanyaan yang kita ajukan.
d.       Eksperimen, dari sini ilmu alamiah dan non ilmu alamiah dapat dipisahkan. Contoh dalam gejala alam tentang serangga dengan lampu (sinar biru)
e.       Teori, bukti eksperimen merupakan langkah ilmiah berikutnya yaitu teori. Dengan hasil eksperimen dari beberapa peneliti dan bukti-bukti yang menunjukkan hasil yang dapat dipercaya dan valid walaupun dengan keterbatasan tertentu. Maka disusun teori. Dengan teori-teori yang dikemukakan maka dapat diaplikasikan terhadap kebutuhan manusia seperti pengusiran serangga atau perangkap nyamuk (terkait dengan teori pencahayaan)

Keterbatasan Ilmu Alamiah
Untuk itu perlu dilakukan pengujian sampai dimana berlakunya metode ilmiah dan dimana metode ilmiah tidak berlaku. Untuk itu kita perlu memperhatikan :
Pertama, Bidang ilmu Alamiah, yang menentukan bidang ilmu alamiah adalah metode ilmiah, karena bidang ilmu alamiah adalah wahana di mana metode ilmiah dapat diterapkan, sebaliknya bidang non ilmiah adalah wahana dimana metode ilmiah tidak dapat terapkan. Contoh hipotesa tentang keberadaan tuhan merupakan konsep yang tidak bisa menggunakan metode ilmiah dan apabila menggunakan konsep ini bisa menyebabkan orang Atheis.
Kedua, tujuan ilmu Alamiah, membentuk dan menggunakan teori. Ilmu alamiah hanya dapat mengemukakan bukti kebenaran sementara dengan kata lain untuk kebenaran sementara adalah "Teori". Karena tidak ada sesuatu yang mutlak tetapi terus mengalami perubahan (contoh teori tentang bumi ini bulat)
Ketiga. Ilmu alamiah dan nilai, ilmu alamiah tidak menentukan moral atau nilai suatu keputusan . Manusia pemakain ilmu alamiahlah yang menilai apakah hasil Ilmu Alamiah baik atau sebaliknya.  Contoh penemuan mesiu atau bom atom.

Filsafat Ilmu Alamiah
Yang menjadi objek Ilmu Alamiah adalah semua materi dalam alam semesta ini. Ilmu Alamiah meneliti sumber alam yang mengaturnya. Pertanyaan tentang siapa yang mengatur alam ini merupakan pertanyaan filsafat. Untuk itu ada 3 pandangan tentang filsafat ilmu alamiah.
Vitalisme, merupakan suatu doktrin  yang menyatakan adanya  kekuatan diluar   alam.  Kekuatan itu melikiki peranan yang esensial mengatur segala sesuatu yang terjadi di Alam semesta ini. (misalnya Tuhan). pendapat ini ditantang oleh beberapa orang lain karena dalam ilmu alamiah dikatakan bahwa segala sesuatunya harus dapat dianalisis secaras eksperimen. Atau harus cocok dengan metode ilmiah.
Mekanisme, penyebab segala gerakan di alam semesta ini dikarenakan hukum alam (misalnya fisika atau kimia). Faham ini menganggap bahwa gejala pada mahluk hidup secara otomatis terjadi hanya berdasar peristiwa fisika –kimia belaka. Pandangan ini menyamakan gejala pada mahluk hidup dengan gejala benda tidak hidup sehingga perbedaan hikiki tidak ada. Dengan begitu dapat menghayutkan manusia ke pandangan materialisme yang selanjutnya kepada Atheisme.
Agnotisme, untuk menghindari pertentangan  vitalisme dan mekanisme maka aliran ini timbul, dimana aliran ini melepaskan atau tidak memperhatikan sisi dari sang pencipta. Mereka yang mengkuti aliran ini, hanya mempelajari gejala-gejala alam saja, aliran ini banyak dianut oleh ilmuwan Barat.
Filsafat Pancasila, paham yang menjembatani  dari 2 aliran yang menyatakan bahwa alam dan hukumnya terjadi karena ciptaan tuhan dan proses selanjutnya menurut filsafat mekanisme (hukum alam). Hukum alam adalah itu adalah sama dengan hukum Tuhan. Dapat dilihat dari kehidupan makhluk hidup dari awal sampai akhir.

2.       ILMU SOSIAL
Ilmu sosial (Inggris:social science) atau ilmu pengetahuan sosial (Inggris:social studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari sosial manusia di lingkungan sekitar seperti sosiologi, ekonomi, politik, antropologi sejarah, psikologi, geogrofi dll.
Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat.
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial.[1] Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.
Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekolah menengah tingkat atas (SMA) dan perguruan tinggi, ilmu sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut.
Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah:
  • Antropologi, yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu
  • Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat
  • Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi
  • Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan
  • Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa
  • Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral
  • Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara)
  • Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
  • Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia
  • Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya

3.       ILMU HUMANIORA
Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988), adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya.
Kategori yang tergolong dalam ilmu ini antara lain: Teologi                , Bahasa, Budaya & Linguistik (Kajian bahasa), Filsafat, Hukum, Sejarah, Filologi, Kesusastraan, Kesenian dan Psikologi
Humaniora merupakan studi yang memusatkan perhartiannya pada kehidupan manusia, menekankan unsur kreativitas, kebaharuan, orisinalitas, keunikan, Humaniora berusaha mencari makna dan nilai, sehingga bersifat normatif. Dalam bidang humaniora rasionalitas tidak hanya dipahami sebagai pemikiran tentang suatu objek atas dasar dalili-dalil akal, tetapi juga hal-hal yang bersifat imajinatif, sebagai contoh: Leonardo da Vinci mampu menggambar sebuah  lukisan yang mirip dengan bentuk helikopter jauh sebelum ditemukan pesawat terbang.
Humanities sebagai sekelompok ilmu pengetahuan mencakup: bahasa, baik bahasa modern maupun klasik: linguistik: kesusastraan: sejarah, kritisisme, teori dan praktek seni, dan semua aspek ilmu-ilmu sosial yang memiliki isi humanistic dan menggunakan metode humanistic”. J. Drost (2002: 2) dalam artikelnya di KOMPAS, Humaniora, mengatakan bahwa bidang humaniora yang menjadikan manusia (humanus) lebih manusiawi (humanior) itu, pada mulanya adalah trivium yang terdiri atas gramatika, logika, dan retorika. Gramatika (tata bahasa) bermaksud membentuk manusia terdidik yang menguasai sarana komunikasi secara baik. Logika bertujuan untuk membentuk manusia terdidik agar dapat menyampaikan sesuatu sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti dan masuk akal. Retorika bertujuan untuk membentuk manusia terdidik agar mampu merasakan perasaan dan kebutuhan pendengar, dan mampu menyesuaikan diri dan uraian dengan perasaan dan kebutuhan itu.
Kemudian dari Trivium berkembang ke quadrivium yaitu: geeometri, aritmatika, musik (teori akustik), dan astronomi. Drost menegaskan bahwa seorang mahasiswa harus memiliki kematangan baik intelektual maupun emosional, agar dapat menempuh studi akademis. Teras kematangan itu adalah kemampuan bernalar dan bertutur yang telah terbentuk. Mahasiswa yang siap mulai studi di perguruan tinggi adalah dia yang dapat mengendalikan nalar, yaitu dia yang kritis. Seorang yang kritis adalah seorang yang, antara lain, mampu membedakan macam-macam pengertian dan konsep, sanggup menilai kesimpulan-kesimpulan tanpa terbawa perasaan. Ignas Kleden (1987: 72) menyitir pendapat J.Habermas menunjukkan lima ciri ilmu humaniora yang diletakkan dalam kategori hitoris-hermeneutis sebagai berikut.
Pertama, jalan untuk mendekati kenyataan melalui pemahaman arti.
Kedua, ujian terhadap salah benarnya pemahaman tersebut dilakukan melalui interpretasi . Interpretasi yang benar akan meningkatkan intersubjektivitas, sedang interpretasi yang salah akan mendatangkan sanksi (misal: senyum basabasi yang diinterpretasikan jatuh cinta).
Ketiga, pemahaman hermeneutis selalu merupakan pemahaman berdasarkan pra-pengertian. Pemahaman situasi orang lain hanya mungkin tercapai melalui pemahaman atas situasi diri sendiri terlebih dahulu. Pemahaman terjadi apabila tercipta komunikasi antara kedua situasi tersebut.
Keempat, komunikasi tersebut akan menjadi semakin intensif apabila situasi yang hendak dipahami oleh pihak yang hendak memahaminya diaplikasikan kepada dirinya sendiri.
Kelima, kepentingan yang ada disini adalah kepentingan untuk mempertahankan dan memperluas intersubjektivitas dalam komunikasi yang dijamin dan diawasi oleh pengakuan umum tentang kewajiban yang harus ditaati. Kesimpulannya ilmu humaniuora akan menghasilkan interpretrasi-interpretasi yang memungkinkan adanya suatu orientasi bagi tindakan manusia dalam kehidupan bersama.

3.       Pengembangan ilmu merupakan upaya untuk mencari kebenaran. Dalam kajian filsafat, banyak teori tentang kebenaran. Pilih dua teori kebenaran, dan bandingkan antara keduanya!

      Makna Kebenaran
Istilah kebenaran mengandung beberapa arti. Dalam KKBI (Tim Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995), diuraikan bahwa kebenaran adalah keadaan atau hal yang cocok dengan keadaan atau hal yang sesungguhnya. Kebenaran juga berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada.
Kebenaran adalah suatu dalil yang didapat melalui cara-cara baku yang disebut metode ilmiah . Kebenaran yang didapat dengan cara lain tidak disebut sebagai kebenaran.(kecuali aksioma dalam matematika). Kebenaran bersifat, terbuka artinya kebenaran itu bisa ditambah atau dikurangi atau dirombak secara total, bila terdapat novum baru yang telah terbukti lewat metode ilmiah.(Marzoeki, 2000).
Untuk lebih jelas membahas apa itu kebenaran, berikut diuraikan beberapa teori kebenaran. Dua di antara teori kebenaran itu adalah teori koherensi dan teori pragmatis.

Teori Koherensi (The Coherence Theory of Truth)
Suriasumantri (2000) menjelaskan bahwa teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria bahwa pernyataan dan kesimpulan yang ditarik harus konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang telah dianggap benar disebut teori koherensi. Dengan kata lain, berdasarkan teori koherensi, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Keraf (2001) mengemukakan bahwa suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis dianggap benar kalau sejalan dengan pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis lainnya, yaitu kalau proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut. Bila kita menganggap bahwa ’semua manusia pasti akan mati’ adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa ’si Polan adalah seorang manusia dan si Polan pasti akan mati’ adalah juga pernyataan yang benar; pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan pertama.
Contoh lain penggunaan teori koherensi adalah matematika. Matematika ialah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koherensi. Sistem matematika disusun di atas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar, yakni aksioma. Dengan menggunakan beberapa aksioma, disusun suatu teorema. Di atas teorema, dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten.
Dua kesukaran yang didapatkan dari teori koherensi adalah:
(1) Pernyataan yang tidak koheren (melekat satu sama lain) secara otomatis tidak tergolong kepada suatu kebenaran, namun pernyataan yang koheren juga tidak otomatis tergolong kepada suatu kebenaran. Misalnya saja di antara pernyataan “anakku mengacak-acak pekerjaanku” dan “anjingku mengacak-acak pekerjaanku” adalah sesuatu yang sulit untuk diputuskan mana yang merupakan kebenaran, jika hanya dipertimbangkan dari teori koherensi saja.
(2) sama halnya dalam mengecek apakah setiap pernyataan berhubungan dengan realitasnya, kita juga tidak akan mampu mengecek apakah ada koherensi di antara semua pernyataan yang benar (http://kili.multiply.com, 2008).
Teori koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas dibandingkan teori korespondensi. Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.) mengembangkan teroi koherensi berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya. Teori koherensi ini berkembang dengan baik pada abad 19 dibawah pengaruh Hegel dan diikuti oleh pengikut mazhab idealisme (misalnya F.H. Bradley). Pandangan idealisme adalah bahwa objek pengetahuan tidaklah berwujud terlepas dari kesadaran tentang objek tersebut (subjektivisme). Bagi penganut teori koherensi, maka suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. (Suriasumantri, 2001; http://kili.multiply.com, 2008).

Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth)

Teori kebenaran pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839 s.d. 1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 dengan judul How to Make Our Ideas Clear. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika, yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli filsafat ini diantaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Herbert Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis (Suriasumantri, 2001).
Berdasarkan teori pragmatis, suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, menurut penganut pragmatis, kepercayaan atau keyakinan yang membawa pada hasil yang terbaik; yang menjadi justifikasi dari segala tindakan kita; dan yang meningkatkan suatu kesuksesan adalah kebenaran. Misalnya ada orang yang menyatakan sebuah teori A dalam komunikasi, dan dengan teori A tersebut dikembangkan teknik B dalam meningkatkan efektivitas komunikasi, maka teori A itu dianggap benar, sebab teori A ini adalah fungsional atau mempunyai kegunaan (Suriasumantri, 2001; http://kili.multiply.com, 2008)
Pragmatisme memang benar untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran, pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Tapi, bukan berarti teori ini merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan teori. Untuk sesaat, penganut pragmatis mengatakan bahwa suatu pernyataan itu benar karena dipercayai sebagai sesuatu yang pragmatik, yang terbuka bagi penganut teori korespondensi. Contoh nyatanya adalah peta. Penganut pragmatis akan berkata bahwa peta adalah gambaran yang akurat mengenai realitas, karena dapat berguna untuk menunjukkan jalan; sedangkan penganut teori korespondensi berkata bahwa kita dapat menggunakan peta untuk menunjukkan jalan karena peta merupakan gambaran dari realitas.
John H. Randall, Jr dan Justus Buchler memberikan kritik pada teori ini. Bahwa istilah “berguna” atau “fungsional” itu sendiri masih samar-samar. Lalu A.C. Ewing juga memberikan kritik bahwa apa yang berlaku bagi seseorang mungkin saja tidak berlaku bagi orang lainnya; bahkan apa yang berlaku bagi seseorang di waktu tertentu, mungkin saja tidak berlaku bagi dirinya sendiri di waktu yang lain. Misalnya kepercayaan akan adanya Tuhan.
Uraian di atas merupakan penjelasan sekaligus perbandingan antara teori koherensi dan pragmatis. Sebagai perbandingan lain, berikut dikemukakan beberapa hal.
  
Teori Koherensi
Teori Pragmatis
§  Dipergunakan dalam cara berpikir ilmiah



§  Menggunakan penalaran teoritis yang berdasarkan logika deduktif

§  Menganut kebenaran konsistensi

§  Tokohnya :
Plato (427-347 S.M.) dan
Aristoteles (384-322 S.M.)
§  Metode untuk mencari pengetahuan tentang alam yang dianggap fungsional dan berguna dalam menafsirkan gejala alamiah
§  Pembuktian empiris melalui  pengumpulan fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu
§  Kebenaran ilmiah dilihat dalam perspektif waktu

§  Tokohnya :
William James (1842-1910)
John Dewey (1859-1952)
George Herbert Mead (1863-1931) dan
C.I. Lewis (Suriasumantri, 2001).


Sumber: Hasil analisis (Suriasumantri, 2001; http://kili.multiply.com, 2008).

  
Daftar Pustaka

Ismaun. 2001. Filsafat Ilmu. Diktat Kuliah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Keraf, A. Sonny dan Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Yoyakarta: Penertbit Kanisius.
Kriteria Kebenaran (Theory of Truth). http://kili.multiply.com/journal/item/8 diakses pada 2 Januari 2011.
Marzuki, Djohansjah. 2000. Budaya Ilmiah dan Filsafat Ilmu. Jakarta.
Suhandi, Agraha. 1992. Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Diktat Kuliah.  Bandung: Fakultas Sastra Unpad.
Suriasumantri, Jujun S. 2000. FilsafaT Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Wiramihardja, Sutardjo A. 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama.



0 Response to "Semesteran Filsafat"